A. Pengertian Orde Lama
Orde
Lama
adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soekarno di Indonesia. Orde Lama berlangsung
dari tahun 1945 hingga 1968. Dalam jangka waktu tersebut, Indonesia menggunakan
bergantian sistem ekonomi liberal dan sistem ekonomi komando. Di saat menggunakan sistem ekonomi liberal, Indonesia menggunakan sistem pemerintahan parlementer. Presiaden Soekarno di
gulingkan waktu Indonesia menggunakan sistem ekonomi komando.
Orde lama (Demokrasi
Terpimpin), terdiri dari beberapa kejadian penting yaitu :
1. Masa Pasca Kemerdekaan
(1945-1950)
Keadaan
ekonomi keuangan pada masa awal kemerdekaan amat buruk, antara lain disebabkan
oleh :
a) Inflasi yang sangat
tinggi, disebabkan karena beredarnya lebih dari satu mata uang secara tidak terkendali. Pada waktu itu,
untuk sementara waktu pemerintah RI menyatakan tiga mata uang yang berlaku di
wilayah RI, yaitu mata uang De Javasche Bank, mata uang pemerintah Hindia
Belanda, dan mata uang pendudukan Jepang. Kemudian pada tanggal 6 Maret 1946,
Panglima AFNEI (Allied Forces for
Netherlands East Indies/pasukan sekutu) mengumumkan berlakunya uang NICA di
daerah-daerah yang dikuasai sekutu. Pada bulan Oktober 1946, pemerintah RI juga
mengeluarkan uang kertas baru, yaitu ORI (Oeang
Republik Indonesia) sebagai pengganti uang Jepang. Berdasarkan teori
moneter, banyaknya jumlah uang yang beredar mempengaruhi kenaikan tingkat
harga.
b) Adanya blokade ekonomi oleh Belanda sejak
bulan November 1945 untuk menutup pintu
perdagangan luar negeri RI.
c) Kas negara kosong.
d) Eksploitasi besar-besaran di masa penjajahan.
Usaha-uasaha yang
dilakukan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan ekonomi, antara lain:
a) Program Pinjaman Nasional
dilaksanakan oleh menteri keuangan Ir. Surachman dengan persetujuan BP-KNIP,
dilakukan pada bulan Juli 1946.
b) Upaya menembus blokade dengan
diplomasi beras ke India, mengadakan kontak dengan perusahaan swasta Amerika,
dan menembus blokade Belanda di Sumatera dengan tujuan ke Singapura dan
Malaysia.
c) Konferensi Ekonomi
Februari 1946 dengan tujuan untuk memperoleh kesepakatan yang bulat dalam
menanggulangi masalah-masalah ekonomi yang mendesak, yaitu : masalah produksi
dan distribusi makanan, masalah sandang, serta status dan administrasi
perkebunan-perkebunan.
d) Pembentukan Planning Board
(Badan Perancang Ekonomi) 19 Januari 1947
Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) 1948, mengalihkan tenaga bekas angkatan perang ke bidang-bidang produktif.
Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) 1948, mengalihkan tenaga bekas angkatan perang ke bidang-bidang produktif.
e) Kasimo Plan yang intinya
mengenai usaha swasembada pangan dengan beberapa petunjuk pelaksanaan yang
praktis. Dengan swasembada pangan, diharapkan perekonomian akan membaik
(mengikuti Mazhab Fisiokrat : sektor pertanian merupakan sumber kekayaan).
2. Masa
Demokrasi Liberal (1950-1957)
Masa ini
disebut masa liberal, karena dalam politik maupun sistem ekonominya menggunakan
prinsip-prinsip liberal. Perekonomian diserahkan pada pasar sesuai teori-teori
mazhab klasik yang menyatakan laissez faire laissez passer. Padahal pengusaha
pribumi masih lemah dan belum bisa bersaing dengan pengusaha nonpribumi,
terutama pengusaha Cina. Pada akhirnya sistem ini hanya memperburuk kondisi
perekonomian Indonesia yang baru merdeka.
Usaha-usaha yang dilakukan
untuk mengatasi masalah ekonomi, antara lain :
a) Gunting Syarifuddin, yaitu
pemotongan nilai uang (sanering) 20 Maret 1950, untuk mengurangi jumlah uang
yang beredar agar tingkat harga turun.
b) Program Benteng (Kabinet
Natsir), yaitu upaya menumbuhkan wiraswastawan pribumi dan mendorong importir
nasional agar bisa bersaing dengan perusahaan impor asing dengan membatasi
impor barang tertentu dan memberikan lisensi impornya hanya pada importir
pribumi serta memberikan kredit pada perusahaan-perusahaan pribumi agar nantinya
dapat berpartisipasi dalam perkembangan ekonomi nasional. Namun usaha ini
gagal, karena sifat pengusaha pribumi yang cenderung konsumtif dan tak bisa
bersaing dengan pengusaha non-pribumi.
c) Nasionalisasi De Javasche
Bank menjadi Bank Indonesia pada 15 Desember 1951 lewat UU no.24 th 1951 dengan fungsi sebagai bank
sentral dan bank sirkulasi.
d) Sistem ekonomi Ali-Baba
(kabinet Ali Sastroamijoyo I) yang diprakarsai Mr Iskak Cokrohadisuryo, yaitu
penggalangan kerjasama antara pengusaha cina dan pengusaha pribumi. Pengusaha
non-pribumi diwajibkan memberikan latihan-latihan pada pengusaha pribumi, dan
pemerintah menyediakan kredit dan lisensi bagi usaha-usaha swasta nasional.
Program ini tidak berjalan dengan baik, karena pengusaha pribumi kurang
berpengalaman, sehingga hanya dijadikan alat untuk mendapatkan bantuan kredit
dari pemerintah.
e) Pembatalan sepihak atas
hasil-hasil Konferensi Meja Bundar, termasuk pembubaran Uni Indonesia-Belanda.
Akibatnya banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya sedangkan pengusaha-pengusaha
pribumi belum bisa mengambil alih perusahaan-perusahaan tersebut.
3. Masa
Demokrasi Terpimpin (1959-1967)
Sebagai akibat
dari dekrit presiden 5 Juli 1959, maka Indonesia menjalankan sistem demokrasi
terpimpin dan struktur ekonomi Indonesia menjurus pada sistem etatisme
(segala-galanya diatur oleh pemerintah). Dengan sistem ini, diharapkan akan
membawa pada kemakmuran bersama dan persamaan dalam sosial, politik,dan ekonomi
(mengikuti Mazhab Sosialisme). Akan tetapi, kebijakan-kebijakan ekonomi yang
diambil pemerintah di masa ini belum mampu memperbaiki keadaan ekonomi
Indonesia, antara lain :
a) Devaluasi yang diumumkan
pada 25 Agustus 1959 menurunkan nilai uang sebagai berikut :Uang kertas pecahan
Rp 500 menjadi Rp 50, uang kertas pecahan Rp 1000 menjadi Rp 100, dan semua
simpanan di bank yang melebihi 25.000 dibekukan.
b) Pembentukan Deklarasi
Ekonomi (Dekon) untuk mencapai tahap ekonomi sosialis Indonesia dengan cara
terpimpin. Dalam pelaksanaannya justru mengakibatkan stagnasi bagi perekonomian
Indonesia. Bahkan pada 1961-1962 harga barang-baranga naik 400%.
c) Devaluasi yang dilakukan
pada 13 Desember 1965 menjadikan uang senilai Rp 1000 menjadi Rp 1. Sehingga
uang rupiah baru mestinya dihargai 1000 kali lipat uang rupiah lama, tapi di
masyarakat uang rupiah baru hanya dihargai 10 kali lipat lebih tinggi. Maka
tindakan pemerintah untuk menekan angka inflasi ini malah meningkatkan angka
inflasi.
Kegagalan-kegagalan dalam berbagai tindakan moneter itu diperparah karena pemerintah tidak menghemat pengeluaran-pengeluarannya. Pada masa ini banyak proyek-proyek mercusuar yang dilaksanakan pemerintah, dan juga sebagai akibat politik konfrontasi dengan Malaysia dan negara-negara Barat. Sekali lagi, ini juga salah satu konsekuensi dari pilihan menggunakan sistem demokrasi terpimpin yang bisa diartikan bahwa Indonesia berkiblat ke Timur (sosialis) baik dalam politik, eonomi, maupun bidang-bidang lain.
Kegagalan-kegagalan dalam berbagai tindakan moneter itu diperparah karena pemerintah tidak menghemat pengeluaran-pengeluarannya. Pada masa ini banyak proyek-proyek mercusuar yang dilaksanakan pemerintah, dan juga sebagai akibat politik konfrontasi dengan Malaysia dan negara-negara Barat. Sekali lagi, ini juga salah satu konsekuensi dari pilihan menggunakan sistem demokrasi terpimpin yang bisa diartikan bahwa Indonesia berkiblat ke Timur (sosialis) baik dalam politik, eonomi, maupun bidang-bidang lain.
Masalah pemanfaatan kekayaan alam.
Pada masa orde lama :
Konsep Bung Karno tentang kekayaan alam sangat jelas. Jika Bangsa Indonesia
belum mampu atau belum punya iptek untuk menambang minyak bumi dsb biarlah SDA
tetap berada di dalam perut bumi Indonesia. Kekayaan alam itu akan menjadi
tabungan anak cucu di masa depan. Biarlah anak cucu yang menikmati jika mereka
sudah mampu dan bisa. Jadi saat dipimpin Bung Karno, meski RI hidup miskin,
tapi Bung Karno tidak pernah menggadaikan (konsesi) tambang-tambang milik
bangsa ke perusahaan asing. Penebangan hutan pada masa Bung Karno juga amat
minim.
Sistem
pemerintahan
Orde lama : kebijakan pada
pemerintah, berorientasi pada politik,semua proyek diserahkan kepada
pemerintah, sentralistik,demokrasi Terpimpin, sekularisme.
Persamaan
kebijakan ekonomi pada masa orde lama, orde baru, dan reformasi.
·
Sama-sama masih terdapat ketimpangan
ekonomi, kemiskinan, dan ketidakadilan
Setelah
Indonesia Merdeka, ketimpangan ekonomi tidak separah ketika zaman penjajahan
namun tetap saja ada terjadi ketimpangan ekonomi, kemiskinan, dan
ketidakadilan. Dalam 26 tahun masa orde baru (1971-1997) rasio pendapatan
penduduk daerah terkaya dan penduduk daerah termiskin meningkat dari 5,1 (1971)
menjadi 6,8 (1983) dan naik lagi menjadi 9,8 (1997). Ketika reformasi ketimpangan
distribusi pendapatan semakin tinggi dari 0,29 (2002) menjadi 0,35 (2006).
Sehingga dapat dikatakan bahwa kaum
kaya memperoleh manfaat terbesar dari pertumbuhan ekonomi yang dikatakan cukup
tinggi, namun pada kenyataanya tidak merata terhadap masyarakat.
·
Adanya KKN (Korupsi, Kolusi,
Nepotisme )
Orde lama : walaupun masih kecil, korupsi sudah ada
Orde baru : hampir semua jajaran pemerintahan koruptor(KKN)
Reformasi : walaupun sudah dibongkar dan di
publikasi dimana-mana dari media masa, media elektronik dll tetep saja membantah
melakukan korupsi.
·
Kebijakan Pemerintah
Sejak pemerintahan orde lama hingga
orde reformasi kini, kewenangan menjalankan anggaran negara tetap ada pada
Presiden (masing-masing melahirkan individu atau pemimpin yang sangat kuat
dalam setiap periode pemerintahan sehingga menjadikan mereka seperti “manusia
setengah dewa”). Namun tiap-tiap masa pemerintahan mempunyai cirinya
masing-masing dalam menjalankan arah kebijakan anggaran negara. Hal ini
dikarenakan untuk disesuaikan dengan kondisi: stabilitas politik, tingkat
ekonomi masyarakat, serta keamanan dan ketertiban.
Kebijakan anggaran negara yang
diterapkan pemerintah selama ini sepertinya berorientasi pada ekonomi
masyarakat. Padahal kenyataannya kebijakan yang ada biasanya hanya untuk
segelintir orang dan bahkan lebih banyak menyengsarakan rakyat. Belum lagi
kebijakan-kebijakan yang tidak tepat sasaran, yang hanya menambah beban APBN.
Bila diteliti lebih mendalam kebijakan-kebijakan sejak Orde Baru hingga
sekarang hanya bersifat jangka pendek. Dalam arti kebijakan yang ditempuh bukan
untuk perencanaan ke masa yang akan datang, namun biasanya cenderung untuk
mengatur hal-hal yang sedang dibutuhkan saat ini.
B. Berakhirnya Orde Lama
Setelah turunnya presiden soekarno dari tumpuk kepresidenan
maka berakhirlah orde lama. Kepemimpinan disahkan kepada jendral soeharto mulai
memegang kendali. Pemerintahan dan menanamkan era kepemimpinanya sebagai orde
baru konsefrasi penyelenggaraan sistem pemerintahan dan kehidupan demokrasi menitipberatkan
pada aspek kestabilan politik dalam rangka menunjang pembangunan nasional. Untuk
mencapai titik-titik tersebut dilakukanlah upaya pembenahan sistem
keanekaragaman dan format politik yang pada prinsipnya mempunyai sejumlah sisi
yang menonjol, yaitu :
1.
Adanya difungsi ABRI
2.
Pengumataan golongan karya
3.
manifikasi
kekuasaan di tangan eksekutif
4.
diteruskannya
sistem pengangkatan dalam lembaga-lembaga pendidikanpejabat
5.
kejaksaan
depolitisan khususnya masyarakat pedesaan melalui konsep masca mengembang (flating
mass)
6.
karal
kehidupan pers
konsep diafungsi ABRI pada masa itu
secara inplisit sebelumnya sudah ditempatkan oleh kepala staf angkatan
darat.mayjen A.H.NASUTION tahun 1958 yaitu dengan konsep jalan tengah
prinsipnya menegaskan bahwa peran tentara tidak terbatas pada tugas profesional
militer belaka melainkan juga mempunyai tugas-tugas di bidang sosial politik
dengan konsep seperti inilah dimungkinkan dan bahkan menjadi semacam kewajiban
jikalau militer berpatisipasi dan bidang politik penerapan konjungsi ini
menurut penafsiran militer dan penguasa orde baru memperoleh landasan yuridi
konstitusional di dalam pasal 2 ayat 1 UUD 1945 yang menegaskan majelis
permusyawaratan rakyat.